Senin, 30 Maret 2009

Peristiwa Situ Gintung

Politik
27/03/2009 - 17:43
Waspada, Situ Gintung Bisa Terulang
Budi Winoto

(inilah.com/ Bayu Suta)

INILAH.COM, Jakarta – Pembangunan perumahan besar di dekat tanggul air, harus dihentikan. Jika tidak, tragedi Situ Gintung mungkin saja terjadi lagi. Apalagi banyak tanggul di Jabodetabek yang memiliki kontur serupa dengan Situ Gintung.

Situ Gintung tampaknya sudah lama tidak diperhatikan oleh Pemerintah Tangerang. Terbukti, rumah penduduk dibiarkan berdiri di sekitar situ dan berada di tanah negara.

Sejak zaman Belanda, tanggul itu belum pernah direnovasi. Perawatan yang dilakukan hanya pengerukan saja. Kepala Balai Besar Wilayah Cidurian dan Sungai Cisadane Provinsi Banten, Joko Suryanto, mengatakan pengerukan terakhir dilakukan pada 2008 oleh Dinas Pengairan Departemen Pekerjaan Umum.

Warga sekitar pernah meminta agar tanggul itu diperbaiki sejak tiga tahun lalu. Hal itu dikarenakan Kali Pesanggrahan pernah meluap dan menyebabkan banjir di kawasan sekitar.

Situ Gintung yang memiliki luas 31 hektare dengan kedalaman 10 meter, didesain untuk sistem pelimpahan dan penampungan air hujan. Namun saat ini sudah menyempit. Kontur tanah di sekitar Situ Gintung juga sangat curam. Akibatnya, tanah mudah longsor jika diterjang air bah.

Situ itu, kata Djoko, tidak terjadi pedangkalan. Dugaan sementara, penyebab jebolnya tanggul, selain karena kondisi alam, juga disebabkan oleh keberadaan pemukiman.

Analis Kebijakan Publik Andrinof A Chaniago mengatakan bencana serupa mungkin saja terjadi di tempat lain, karena ada tekstur lahan yang seperti Situ Gintung. Misalnya saja di daerah sekitar Pamulang yang banyak terdapat tanggul yang dikepung oleh perumahan. Selain itu, puluhan situ di sekitar Jabotabek juga memiliki kemiripan.

Andrinof mengatakan untuk antisipasi peristiwa serupa, pembangunan perumahan di kawasan sekitar situ harus dilarang. Pasalnya pembangunan perumahan horizontal telah melebihi kapasitas penggunaan lahan.

“Semakin banyak penggunaan lahan untuk pertokoan dan perkantoran hingga penampungan air mengecil. Jika tiba-tiba muncul aliran air ke satu tempat dalam jumlah besar, ujungnya tanggul jebol karena daya dukungnya tidak mampu. Apalagi, jika tidak ada upaya pengerukan rutin. Juga, jika tanggul sudah miring,” katanya.

Andrinof mengatakan peristiwa Situ Gitung bisa terjadi karena kelengahan warga setempat, juga karena kesalahan pemerintah daerah. Situ itu bisa jebol, karena tekanan yang dibuat oleh manusia sudah melebihi daya dukung lingkungan. Lahan di sekitar Situ Gintung yang berubah fungsi menjadi perumahan membuat daya dukung tidak memadai.

Andrinof menegaskan peristiwa Situ Gintung yang menelan puluhan korban jiwa bukan karena faktor alam. Tapi lebih bersifat teknis, terutama kebijakan. “Ada puluhan situ lain yang tidak dirawat serius secara rutin,” tegasnya.

Padahal, menurutnya, sudah ada mekanisme antisipasi untuk daerah yang rawan bencana. Jika pihak yang bertangung jawab melaksanakannya dengan baik, maka jatuhnya korban Situ Gintung mungkin saja bisa dihindarkan.

Untuk wilayah seperti Situ Gintung, kata Andrinof, seharusnya ada petugas yang memantau secara rutin. Pemantauan itu harus dilakukan, karena sudah ada dana yang dianggarkan APBD Tangerang yang dialokasikan ke PU, Tata Kota, atau Pertamanan.

“Untuk perawatan infrastruktur tanggul, seharusnya bukan lagi masalah dan tidak boleh ditunda jika menunjukkan akan timbul bencana. Kalau sifatnya mengancam kepentingan nyawa, sudah tidak ada keterbatasan dana dan harus diprioritaskan,” katanya. [I4]

Tidak ada komentar: